MODEL MADRASAH ISLAM YANG BERKUALITAS

Oleh: M. Kharis Majid, M.Ag

(Kaprodi Studi Agama-agama UNIDA Gontor)

Islam sebagai agama dan peradaban, menempatkan ilmu pengetahuan di tempat yang sangat tinggi. Bahkan ilmu dalam Islam tidak bisa lepas dari agama, artinya keduanya memiliki hubungan yang sangat erat. Kata Madrasah sendiri diambil dari bahasa Arab yang artinya tempat belajar. Model madrasah yang berkualitas dalam Islam sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

Pada awal masa perkembangan Peradaban Islam, proses belajar mengajar dilaksanakan di masjid-masjid. Setelah peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah, beliau membangun Masjid Nabawi sebagai lambang perabadan. Selain untuk tempat ibadah, di masjid itulah tempat para sahabat untuk menimba ilmu, bahkan di dalam masjid terdapat sebuah ruangan tempat belajar yang disebut dengan suffah, sehingga orang-orang yang berkecimpung dalam keilmuan tersebut sering disebut dengan Ashab us-Shuffah.

Pada era kekuasaan Dinasti Abbasiyah, ilmu pengetahuan berkembang dengan sangat pesat. Kegiatan belajar mengajar sudah tidak lagi hanya di masjid-masjid, akan tetapi dilaksanakan juga di perpustakaan, istana khalifah serta rumah-rumah para ulama dan tentunya masjid itu sendiri.

Pada era ini juga lahirlah sebuah institusi di Baghdad bernama Baitul Hikmah yang didirikan oleh Khalifah Harun Ar Rashid pada tahun 813 M. Sebuah institusi keilmuan modern pertama di dunia yang menjadi cikal bakal perkembangan ilmu pengetahuan. Walaupun pada awalnya hanyalah sebuah perpustakaan, akan tetapi Baitul Hikmah bukanlah perpustakaan seperti pada umumnya, bahkan tempat ini lebih menyerupai universitas.

Nama Baitul Hikmah sendiri memiliki arti yang sangat mendalam. Kata Hikmah diambil dari kata ha-ka-ma yang artinya bijaksana. Yang kemudian muncul istilah Hakim yaitu orang yang bijaksana. Sehingga dalam Islam, inti dari seorang ilmuan bukan hanya tertumpu pada pengetahuan untuk mencari ilmu pengetahuan, akan tetapi sebuah cara pandang yang integral, yaitu integrasi antara iman, ilmu dan amal.

Selanjutnya lembaga pendidikan atau madrasah pertama kali yang berdiri di dunia Islam adalah Madrasah Nizamiyah di Baghdad. Madrasah ini didirikan oleh Perdana Menteri Nizham al-Mulk (1018-1092), seorang penguasa bani Seljuk pada abad ke-11 M. Ia menjabat wazir pada masa pemerintahan Alp Arslan dan Malik Syah I.

Pada masa Nizham al-Mulk inilah aliran Asy’ariyah menjadi kuat dan berkembang karena dijadikan aliran resmi negara, dan keilmuan Al-Ghazali mendapat dukungan penuh darinya. Ia memegang kekuasaan selama 20 tahun semenjak meninggalnya Alp Arslan pada tahun 1072. Muhammad bin Dawud Chaghri atau yang dikenal dengan Alp Arslan sendiri adalah Sultan kedua dari Dinasti Seljuk, yang mana dengan kecakapan militer dan keterampilan bertarungnya, ia memperoleh nama Alp Arslan itu sendiri, yang berarti “Singa Pahlawan” dalam bahasa Turki.

Kemudian, di masa pemerintahan bani Saljuk ini banyak sekali ulama yang terkenal dengan keilmuannya, khususnya para pengajar di Madrasah Nizamiyah, dua diantaranya adalah Imam Abu Hamid al-Ghazalli al-Hujjat al-Islam dan Imam Abu Hasan Ali Ibn Ismail al-Asy’ary. Sehingga, dari Madrasah Nizamiyah ini lahirlah para ulama Sunni yang terkenal dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, terutama bidang ilmu pengetahuan naqliyah, sesuai dengan paham akidah Ahlu al-Sunnah wa al-Jamaah.

Al-Ghazzali sendiri memiliki peran penting dalam pembebasan kota Jerusalem lewat jalur pendidikan. Hal ini terungkap dalam buku “Hakadza Zhahara jilu Shalah Ad-Din wa Hakadza Adat Al-Quds” karya Dr. Majid Irsan Al-Kilani. Buku ini menjelaskan peran penting para ulama, termasuk Imam Al-Ghazzali dalam melahirkan generasi Shalahuddin Al-Ayyubi, yang kemudian mampu membebaskan Jerussalem dari penjajahan Pasukan Salib. Ini semua diawali dengan pembenahan konsep keilmuan dan pendidikan.

Setelah melakukan perenungan yang mendalam atas kondisi umat Islam, beliau pulang ke tanah kelahirannya untuk mendirikan Madrasah yang dikenal dengan Madrasah Al-Ghazzali. Materi paling utama di Madrasah ini adalah meluruskan pandangan seorang Muslim terhadap ilmu dan membangkitkan budaya ilmu untuk perbaikan jiwa manusia. Kesimpulan dari perenungan panjang Al-Ghazzali atas kondisi umat adalah bahwa yang harus dibenahi pertama dari umat adalah masalah keilmuan, pendidikan dan keulamaan.

Ini semua terjadi di masa keemasan peradaban Islam, dimana keilmuan dalam Islam berkembang dengan sangat pesat. Sehingga hal tersebut sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Ibn Khaldun bahwa,  tanda wujudnya peradaban adalah berkembangnya ilmu pengetahuan. Bahkan maju mundurnya suatu peradaban tergantung pada maju ilmu pengetahuan yang ada, sehingga substansi terpenting dalam sebuah peradaban adalah ilmu pengetahuan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *